30 August 2020

Melamar 3 : Kecewa

Ilustrasi/Sumber : maisya.id

Melamar 3 : Kecewa 

"Kak Badrun?" sapaku pada seorang lelaki yang rupanya sudah menunggu di balik jendela kamarku.

"Assalamu'alaikum, Azizah"

"Wa'alaikumussalam, Kak"

"Kamu cantik, Azizah. Tapi kenapa mata kamu berair? Kamu habis nangis, ya?"

Aku tersenyum. Pertanyaan yang Kak Badrun lontarkan begitu hangat terdengar ditelingaku. Menunjukkan perhatian yang selama ini membuatku selalu mengharapkannya.

"Aku... aku dilamar A Akbar, Kak. Dia sepupu aku"

"Kamu dilamar? Ya bagus, dong. Terus kenapa kamu nangis?"

Seketika, hatiku terpukul melihat raut wajah dan mendengar perkataan Kak Badrun.

Tidakkah Kak Badrun tau? Yang aku harapkan itu Kak Badrun. Bukan A Akbar, teriakku dalam hati.

"Aku bilang sama Ibu, kalau aku udah punya pacar, Kak" jawabku pada Kak Badrun seraya mengatur deru nafasku dengan baik. Berusaha agar emosiku tak membuncah.

"Pacar? Sejak kapan kamu punya pacar?"

Aku terdiam. Tak ingin menjawab pertanyaan Kak Badrun.

"Tapi kalau boleh Kakak saranin sih, sebaiknya kamu terima aja lamaran sepupu kamu itu. Setidaknya, dia udah nyatain perasaannya sama kamu. Langsung ngelamar kamu lagi hari ini."

Aku terdiam, lagi.

"Lagian ya Zah, cari cowok yang serius itu susah loh menurut kebanyakan cewek. Selain itu, yang aku tau sih cewek tuh gak boleh nolak lamaran lelaki sholeh.”

"Kakak itu cowok. Tau dari mana kalau cewek susah nyari cowok yang serius?"

"Kan tadi Kakak bilang. Menurut kebanyakan cewek. Dan salah satunya, calon istri Kakak. Laras."

Calon istri? Apa aku tak salah dengar?, tanyaku terkejut dalam hati.

"Calon istri?"

"Iya. Kakak belum cerita ke kamu, ya? Jadi gini. Dua bulan yang lalu, Kakak ngelamar Laras. Dan dua minggu lagi, Kakak dan Laras bakal nikah. Kamu datang ya nanti."

Jadi, Kak Badrun bakal nikah dua minggu lagi?, tanyaku dalam hati tak percaya. Ini semua tak pernah kuduga sebelumnya. Kenapa harus terjadi?

"Ini" Kak Badrun memberiku sebuah kertas undangan berwarna biru muda dengan inisial pengantin B & L. "Sebenarnya Kakak kesini mau ngasih undangan buat kamu. Tapi karena Kakak liat kamu abis nangis, jadi Kakak mau dengerin curhat kamu dulu aja"

Tapi maaf, Kak. Kedatangan Kak Badrun hari ini justru semakin membuatku ingin menangis lagi, batinku.

"Undangannya bagus, Kak. Insya allah aku datang nanti." 

Aku meraba-raba kertas undangan yang diberikan Kak Badrun. Meneliti satu sisi ke sisi lainnya. Meski separuh hati terluka. Karena ini adalah salah satu cara agar kesedihanku tak begitu kentara meski Kak Badrun berada tak jauh dariku.

"O iya. Katanya kamu punya pacar, kan? Kalau boleh tahu, siapa nama pacar kamu?"

Aku membalikkan tubuhku membelakangi jendela kamar.

"Sebenarnya dia bukan pacar aku, Kak. Tapi dia adalah orang yang pernah membuatku merasa nyaman dan berharap. Namanya Badruzzaman"

Satu detik. Dua detik.

"Maksud kamu, orang itu adalah Kakak?"

Previous Post
Next Post

post written by:

0 Comments: