Poin Pelanggaran 1 : Siapa
Hari itu, Rina terburu-buru berangkat ke sekolah. Jam dinding yang dilihatnya di kamar telah menunjukkan pukul 07.05. Rina segera berangkat setelah mengikat tali sepatunya asal-asalan. Lalu berjalan tergesa-gesa menuju sekolah.
Hari itu, Rina terburu-buru berangkat ke sekolah. Jam dinding yang dilihatnya di kamar telah menunjukkan pukul 07.05. Rina segera berangkat setelah mengikat tali sepatunya asal-asalan. Lalu berjalan tergesa-gesa menuju sekolah.
Jalanan begitu sepi. Mengingat semua teman-teman Rina pun sudah berangkat sedari tadi. Bahkan di saat Rina masih menunggu antrian kamar mandi.
Langkahnya terengah-engah. Meskipun jarak sekolah dan pesantrennya tidaklah jauh. Namun beruntungnya, tersedia gerbang belakang yang membuat jarak berjalannya sedikit lebih pendek. Dan hampir selalu dibuka agar anak-anak lebih cepat memasuki kelas.
Rina terus berjalan. Namun sial, gerbang belakang kini telah ditutup rapat dan di gembok. Salah satu guru perempuan GDM yang sekaligus wali kelas Rina di kelas 11 ini telah berdiri tak jauh dari gerbang belakang.
"Ah, telat banget, nih", keluh Rina pada dirinya sendiri. Langkahnya menjadi setengah berlari. "Ayo, cepat!" Guru GDM yang dikenal sebagai Bu Lilis itu meneriaki.
"Ah, telat banget, nih", keluh Rina pada dirinya sendiri. Langkahnya menjadi setengah berlari. "Ayo, cepat!" Guru GDM yang dikenal sebagai Bu Lilis itu meneriaki.
Rina semakin mendekati Bu Lilis.
"Hei, stop" Tiba-tiba Bu Lilis memberhentikan seorang siswa laki-laki yang mengendarai sepeda motor.
"Hei, stop" Tiba-tiba Bu Lilis memberhentikan seorang siswa laki-laki yang mengendarai sepeda motor.
Siswa itu berhenti menuruti perkataan gurunya.
"Bawa adiknya" Bu Lilis menunjuk Rina.
"Bawa adiknya" Bu Lilis menunjuk Rina.
Spontan, Rina mengerti kalau ia disuruh ikut menaiki sepeda motor bersama siswa laki-laki itu. Dan tanpa basa-basi, Rina langsung menaikinya dengan duduk menyamping.
"Makasih, Bu" Sepeda motor berjalan. Ah, terserah apa kata orang, pikir Rina. Karena yang dipikirkannya, kini ia sudah telat berat."De, kelas berapa?" Tanya kakak kelas Rina setelah beberapa detik memboncengnya."Sebelas, Kak" jawab Rina singkat.”IPA?" ”Iya”
"Makasih, Bu" Sepeda motor berjalan. Ah, terserah apa kata orang, pikir Rina. Karena yang dipikirkannya, kini ia sudah telat berat."De, kelas berapa?" Tanya kakak kelas Rina setelah beberapa detik memboncengnya."Sebelas, Kak" jawab Rina singkat.”IPA?" ”Iya”
Beberapa detik berlalu, mereka telah sampai halaman depan sekolah. Siswa laki-laki itu memberhentikan sepeda motornya di dekat pos. Mempersilakan Rina untuk turun dari sepeda motornya.
"Makasih, Kak" ucap Rina setelah turun dari jok motor. Dan tanpa melihat wajah sang kakak kelas yang berbaik hati memberi tumpangan untuknya, Rina segera bergegas setengah berlari menuju kelas begitu saja.
Ah, tu cewe… Kalau bukan Miss Lilis yang nyuruh, gue gak mau bonceng dia. Tapi kasian juga sih, gue kan dulu suka telat juga, pikir siswa itu sambil memarkir sepeda motornya.
"Makasih, Kak" ucap Rina setelah turun dari jok motor. Dan tanpa melihat wajah sang kakak kelas yang berbaik hati memberi tumpangan untuknya, Rina segera bergegas setengah berlari menuju kelas begitu saja.
Ah, tu cewe… Kalau bukan Miss Lilis yang nyuruh, gue gak mau bonceng dia. Tapi kasian juga sih, gue kan dulu suka telat juga, pikir siswa itu sambil memarkir sepeda motornya.
Sampai di kelas, Rina mengambil nafas lega. Karena ternyata, guru mata pelajaran pagi itu belum masuk.
Huh, ternyata gak ada guru. Selamat aku, pikirnya.
Huh, ternyata gak ada guru. Selamat aku, pikirnya.
Semakin hari, Rina terkadang memikirkan masa itu. Dia dibonceng, tapi dia gak tau sama sekali wajah kakak kelas yang ngeboncengnya hari itu. Apalagi namanya. Ah, konyol!
0 Comments: